SEBUAH ULASAN SEDERHANA TENTANG MORAL WAYANG YANG BERSIFAT RUMIT DAN KOMPLEKS
SEBUAH ULASAN SEDERHANA TENTANG MORAL WAYANG YANG BERSIFAT RUMIT DAN KOMPLEKS
Ibarat sebuah model wayang membuka kemungkinan tindakan manusiawi bagi kita tetapi tidak menawarkan jawaban yang simpel.
Dalam lakon Karno Tanding , dikisahkan Raja Salya kais kereta Karna dalam melaksanakan tugas di medan perang bertindak curang dan tidak jujur. Hal ini kiranya membawa pemahaman bagi kita sikap akan mawas diri.
Hendaknya tidak gegabah dan tergesa-gesa memberikan penilaian terhadap orang lain dan yang penting dalam hidup adalah melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab.
Dikisahkan Raja Salya kasihan pada Arjuna (musuh), pada saat panah Karna dilepaskan, kereta digoyang oleh raja Salya akhirnya arah panah meleset.
Karna dapat memilah-milahkan antara kepentingan pribadi dan kepentingan nusa dan bangsa (umum) terungkap tidak tergoyahkan oleh bujukan ibu kandungnya dan Srii Kresna saudara tua berjiwa Bathara untuk bersatu dengan Pandawa.
Nuhoni Dharma Satriya dapat membedakan antara pribadi dan pakerti. Jika ada tugas dari negara menyerang suatu wilayah meskipun keluarga ada di situ terpaksa harus diserang.
Berbeda terbalik dengan Arjuna dalam Bagawatgita ingin maju perang yang dilawan orang tua, saudara, kakek, paman- pamannya, hatinya timbul keraguan.
Karna Tandhing memandang kebenaran dengan latar belakang individu masing-masing. Kesadaran nilai-nilai moralitas penting dalam menentukan perbuatan. Sifat teguh hati, patriotisme sangat diperlukan. Karna anak kusir tetapi menjadi murid Parasurama dan Resi Druwasa sangat paham dengan ajaran suci tetap patriot sejati.
Lain halnya dengan Dursasana, tokoh yang dibesut disembunyikan dibalik karakter kejelekan. Dursasana (bohong tiap suasana). Dikisahkan dalam perang jambakan/Dursasana gugur melawan Bima (perang tak seimbang) bertempur kucing -kucingan ,meloncat sungai cing-cing guling berbelok - belok seperti elukan ular.
Maksudnya seseorang kesatria jika melawan musuh yang tidak seimbang harus bisa berbelok-belok tidak harus lurus. Digambarkan dengan pengorbanan dua tukang perahu Tarko dan Satarka yang bermakna Tar=keras, ka = teka. dan satarka= menghilang dengan keras/cepat.
Taktik ini sangat efektif dalam perjuangan kemerdekaan, menaklukan sekutu di Bojong kukusan, hit and run pukul dan lari.
Berbohong pada suasana pertempuran harus bisa mengelabuhi musuh, situasi tenang tapi mematikan . Kisah Bojong Kukusan di perbukitan yang indah asri ,nyaman mendapat serangan mendadak lalu hilang cepat. Setelah tenang serang lagi mendadak tanpa diketahui asalnya, terus-menerus akhirnya Sekutu kehabisan bekal menyerah.
Dursasana menyerang Pandawa disaat kekosongan senopati, Dursasana bukan Senopati sepak terjang pantas dipuji.
Perang Suluhan Gatot kaca gugur taktik ini dipakai oleh pasukan Elit Diponegoro( pengawal diponegara Kyai Saidiman waduk mulur). Di masa perang kemerdekaan anak cucunya ikut membantu TNI perang Sukoharjo, menyerang di malam hari dengan dibekali kesaktian ilmu perang , tak heran menelan banyak korban.
Sayangnya dilain hari ada pengkianat memasang bekicot -bekicot, pemuda -pemuda pejuang menginjak bekicot berakibat terlihat oleh mata biasa, Belanda langsung menghujani peluru untung tak terluka.
Selanjutnya taktik Rangjapan Abimanyu (ngedengke kasekten /berhadapan langsung) di desa Demangan mulur seorang pemudi kena granat tidak meninggal tetap tegar, mengobarkan semangat tempur.
.....................
Dalam kisah Dewaruci, Bima masuk perut dewa Ruci (bersih) menyaksikan peristiwa antara lain Pancamaya, Caturwarna, Hastawarna dan Pramana.
Dalam raga manusia terhadap panca indera yang mampu menanggapi ciptaanya, . Tanggapan ciptaan akan rapi tersimpan dalam hati sanubari, dan menjadi wadah semua tanggapan dalam bentuk bayangan yang beraneka warna dinamakan PANCAMAYA terjadi karena perasaan panca indra.
Panca Maya isi hati sanubari jiwa manusia sebagai pola-pola pengalaman kehidupan manusia, menuntun raga manusia menuju kemuliaan yang sejati. Panca Maya tidak nampak tapi mewarnai tingkah laku.
Sedangkan Caturwarna yaitu Merah, hitam, kuning, putih sebagai cerminan pangkal batin manusia.
Disampaikan kembali oleh : Putri Bungsu
Dari : berbagai sumber pementasan
0 Response to "SEBUAH ULASAN SEDERHANA TENTANG MORAL WAYANG YANG BERSIFAT RUMIT DAN KOMPLEKS"
Posting Komentar