GREBEG
GREBEG
Tusilah
Bagi masyarakat Jawa tentu sudah tidak asing lagi dengan kata grebeg.Grebeg merupakan perayaan rutin yang utamanya diadakan oleh Keraton Surakarta Hadiningrat dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.Grebeg menjadi puncak acara dalam dalam perayaan tahunan Sekaten.Namun demikian,grebeg juga dilakukan oleh pemerintah lokal dan masyarakat pedesaan.
Tujuan dari perayaan grebeg adalah sebagai ucapan syukur atas kemakmuran yang telah diberikan kepada masyarakat.Hal itu dilambangkan dengan mempersembahkan gunungan secara berpasangan.Gunungan dirangkai menyerupai gunung ( kerucut) dan diarak berkeliling.Sesudah seremonial,masyarakat berebut gunungan itu.
Di Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta menyelenggarakan grebeg secara turun - temurun.Bahkan,grebeg itu sudah menjadi wisata budaya bagi wisatawan domestik/ nusantara maupun wisatawan mancanegara.
Grebeg biasanya diselenggarakan tiga kali dalam setahun yaitu Gerbeg Syawal (memperingati berakhirnya puasa Ramadhan),Grebeg Besar ( menyambut datangnya bulan Besar/ Zulhijah), dan Grebeg Maulud (memperingati Maulid Nabi Muhammad,SAW).
Di Keraton Yogyakarta,saat grebeg ini anggota keluarga dan Abdi dalem keraton mengenakan pakaian adat Yogyakarta,sedangkan di Keraton Surakarta ,grebeg diselenggarakan oleh keturunan Sunan Kalijaga.Putra Mahkota memimpin persiapan grebeg bersama para utusan keraton menuju Kadilangu ,Demak.Persiapan prosesinya dimulai 9 Zulhijah sampai tiba waktu Penyerahannya dilakukan secara adat dengan Bahasa Jawa Krama Inggil.
Bagaimana persembahan grebeg?
Grebeg di Keraton Yogyakarta berupa gunungan 6 macam.Satu gunungan untuk Pura Pakualaman dan lima gunungan dibawa ke Masjid Besar Kauman untuk diperebutkan warga agar dimakan bersama.Masyarakat meyakini ada berkah Sultan dalam gunungan grebeg tersebut.Sedangkan grebeg di Keraton Surakarta tak jauh berbeda dengan yang diselenggarakan di Yogyakarta.Gunungan juga diperuntukkan bagi masyarakat yang datang saat grebeg berlangsung.
Berawal dari dakwah Wali Songo
Saat berdakwah dulu,Wali Songo di pulau Jawa berlandaskan pada Al Quran surah An- Nahl ayat 16.Metode yang digunakan berdakwah sudah pasti disesuaikan dengan lingkungan masyarakat kala itu,termasuk kesenian dan budayanya.Gunungan grebeg dianggap sebagai bentuk kedermawanan dan berkah raja kepada rakyatnya sekaligus sebagai dakwah Islam.Makna intinya yaitu adanya kesederhanaan,kesatuan,keseimbangan,dan keselarasan.
Makna Grebeg
Tradisi Grebeg dimaknai sebagai bagian dari dakwah Islam yang mengandung nilai- nilai pelestarian lingkungan,sekaligus sebagai kesadaran tentang alam semesta dalam pandangan Islam dan identitas bangsa.Konsep keselarasan lingkungan itu sendiri merupakan warisan Sunan Kalijaga sehingga ziarah ke makam beliau menjadi salah satu bagian dari acara grebeg.
Grebeg Maulud di Keraton Surakarta tahun ini mempesembahkan 2 gunungan / sepasang gunungan yaitu gunungan jaler (laki- laki) dan gunungan estri ( perempuan).
Dua gunungan itu memiliki makna sendiri-sendiri.Bentuk dan isi gunungan maknanya yaitu harmonisasi dalam hidup.Gunungan Jaler memiliki makna umur yang panjang,kesejahteraan kekuatan,keberanian,kebulatan tekad.Gunungan Estri memiliki makna permaisuri,anggun,dan lembut.Dua visualisasi gunungan dalam Sekaten itu merupakan penggambaran makrokosmos dan mikrokosmos yang bermuara pada ajaran pentingnya harmonisasi dalam hidup.
Perlu juga diketahui bahwa gunungan dan sekaten merupakan akulturasi budaya Islam dan Hindu yang menyatu selama ratusan tahun.Gunungan dianggap sebagai perwujudan ketuhanan yang tinggi.Wujud gunungan dalam tradisi sekaten merupakan stilisasi dari gunung yang dalam pandangan Hindu ( kejawen) melambangkan tempat yang suci.Intinya,gunung itu dianggap sebagai p posisi Tuhan yang ditinggikan.Perwujudan itu terjadi sejak Islamisasi di Jawa disini gunungan merupakan simbol tumpeng dan di masyarakat Jawa sebagai penanda setiap ada upacara selamatan.
Gamelan Sekaten dan Grebeg Mulud
Prosesi ritual gamelan pusaka Keraton Surakarta Hadiningrat dimulai dengan "jamasan" atau membersihkan pusaka gamelan.Setelah itu dilanjutkan prosesi miyos gangsa atau mengangkat gamelan menuju Masjid Agung Solo.Prosesi diakhiri dengan dalem pareden maulud atau Kirab Gunungan Maulud ( Grebeg Mulud).
Gamelan pusaka yang dimaksud itu bernama Gamelan Kiai Guntur Madu dan Gamelan Kiai Guntur Sari.
Ritual lengkapnya: jamasan,miyos gangsa,natap gangsa,kundur gangsa,miyos hajad,dalem pareden maulud.
( Informasi diambil dari berbagai sumber)
0 Response to " GREBEG"
Posting Komentar